layar.id – Serial terbaru dari Netflix Nightmares and Daydreams merupakan hasil karya terbaru Joko Anwar. Memang ini karya terbaik? Dari Joko Anwar selama ini. Berusaha gabungkan Sci-Fi dengan horor namun Joko Anwar sendiri sajikan hal berbeda dari serial satu ini. Seperti apa review Nightmares and Daydreams kali ini?
Sebenarnya apa yang mau mereka berikan ke penonton serial Indonesia yang sukanya itu tidak berat dan juga penuh dengan drama menye-menye? Okelah kita bahas dulu deh Nightmares and DayDreams berikut ini.
Baca Juga: Sinopsis 7 Episode Nightmares and Daydreams
Episode Demi Episode Hadirkan Easter Egg
Namanya juga serial Sci-Fi pasti ada saja yang bisa jadi pegangan buat hidup. Eh, maksudnya Sci-Fi dengan kearifan lokal. Namun, saat pertama kali menonton episode pertama pun rasanya seperti aneh. Bukan aneh kaya apa tapi pertama kalinya Joko Anwar mengangkat isu yang tengah jadi perdebatan di linimasa kali ini.
Okelah episode Pertama hadir Panji perankan oleh Ario Bayu sendiri hadirkan cerita yang begitu menarik. Tetapi, bagian endingnya sendiri seperti ada yang memburu sesuatu agar cepat kelar. Jadinya tidak terkesan matang dan hasilkan loop hole yang membuat semua orang bertanya siapa mereka itu?
Lanjut ke Episode 2 dengan Nirina Zubir dan Yoga Pratama, keduanya memang bisa menjadikan akting mereka terbaik. Namun, tidak dengan cerita yang mau mereka bangun. Tentu saja, ending yang begitu membagongkan sekaligus membingungkan kita semua. Lantas, siapakah anak tersebut?
Berpindah lagi ke episode 3, rupanya semua ini ada titik temu-nya. Poem and Pains merupakan episode puncak dan terbaik dari segi apapun. Kesan yang mereka tampilkan itu berbeda namun punya POV yang bisa kita terima. Bahkan isu-nya pun juga bisa bilang merupakan implikasi dan kritik keras dari seluruh masyarakat tentang KDRT.
Malah episode ini jadi pembuka dari jalannya kisah di episode berikutnya.
Tata Sinematografi Jauh Melampaui Dalam Nightmares and Daydreams
Soal Sinematografi pun sebenarnya ini jadi pertanyaan menarik. Kenapa bisa Joko Anwar bisa bermain fantasi liar dan seberani ini. Bahkan tidak ada yang bisa pol banget buat seluruh episode dan juga penggunaan Visual Efek sendiri bikin kepala bisa berpikir kalau ini fantasi beneran.
Tapi, bicara kualitas sinematografi sendiri akan jauh apabila berbicara soal kualitas lainnya. Mungkin dari segi cerita kalau semua-nya dragging dan tidak berikan penjelasan menyeluruh, apakah bisa jadi serial utuh yang bisa jadi bahan omongan setiap orang?
Mungkin saja, Joko Anwar sendiri hadirkan karya menarik namun ini perjalanan panjang seorang Joko Anwar sendiri dan bagaimana caranya mereka hadirkan konten yang makin beragam. Untuk review Nightmares and Daydreams sendiri Nilainya 7/10.
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.