Terakhir diperbarui 10 Oktober, 2021
Layar.id – Penulis puisi esai Denny JA bakal mengangkat aksi unjuk rasa Kamisan yang digelar setiap hari Kamis di seberang Istana Merdeka, menjadi sebuah film.
Ia mengungkapkan bahwa cara baru kritik sosial untuk era digital saat ini adalah dengan memfilmkan puisi kritik, dan disebar di media sosial.
Sebuah film yang diusung dari kritik sosial berjudul Kutunggu di Setiap Kamisan, menceritakan kisah cinta yang terselip di aksi 400 Kamis di seberang Istana.
Baca juga: Si Cuek dan Si Ambisius Bertemu dalam “Mariposa”
Inovasi Baru
Memfilmkan puisi esai kritik dan disosialisasikan melalui media sosial, menurut Denny JA, menjadi inovasi baru di era digital, untuk menyampaikan kritik.
Puisi esai paling mudah difilmkan ketimbang puisi lain. Karena sudah ada plot, panjang dan berbabak serta ada catatan kaki yang memudahkan penulis skenario mengeksplor sumber kisah.
Ia mengatakan bahwa Kutunggu di Setiap Kamisan merupakan inovasi terbaru dalam memfilmkan puisi kritik sosial.
Baca juga: “Generasi 90-an: Melankolia” Luncurkan Official Poster dan Trailer
Kutunggu di Setiap Kamisan angkat Isu Politik
Dalam film ini Denny mengangkat isu demo Kamisan di seberang istana, yang sudah belangsung 10 tahun lebih.
Setiap hari Kamis, mereka berkumpul dengan payung hitam mencari keluarga yang hilang. Aksi ini dilakukan oleh orang yang anggota keluarganya hilang, diduga karena kasus politik.
“Lama dan bertahannya aksi demo setiap Kamis itu fenomenal,” kata Denny dalam siaran persnya.
Menunggu orang tercinta yang hilang, baik suami, anak atau anggota keluarga itu sungguh menyentuh. Lokasi di seberang istana dengan payung hitam itu juga strategis.
Baca juga: Sutradara NKCTHI Garap Film Pendek “Menanti Keajaiban”
Jarang Dibaca
Denny ingin ikut mengeskpresikan tersebut. Namun hasil riset Survei of Public Participation in the Arts, tahun 2015, untuk populasi Amerika Serikat, puisi semakin jarang dibaca.
Dalam dunia seni, puisi dan opera dua hal yang paling kurang diminati. Sebaliknya, film menjadi ekspresi seni yang paling populer.
Itu sebabnya sejak lama Denny berniat memvisualkan aneka puisi esainya.
Di tahun 2015 bersama Hanung Bramantyo ia memfilmkan lima puisi esainya menjadi lima film kritik sosial tema diskriminasi.
Di 2020, Denny menggabungkan artis, aktor dan animasi untuk filmnya tentang demo Kamisan.
Selain itu, ia juga tengah mempersiapkan 34 skenario film yang semuanya berdasarkan puisi esai yang menggambarkan kearifan lokal di 34 provinsi Indonesia.
Sumber dan foto: berbagai sumber
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.