Terakhir diperbarui 3 Juni, 2022
Aruna dan Lidahnya baru saja keluar Kamis 27 September 2018 Kamis minggu lalu. Film garapan sutradara terbaik pada Piala Citra tahun lalu ini digadang-gadang akan menuai kesuksesan yang sama seperti “Posesif”. Tanpa basa-basi Edwin mengajak 4 aktor kawakan di Indonesia seperti Dian Sastro Wardoyo, Nicholas Saputra, Oka Antara, dan Hannah Al Rashid.
Aruna dan Lidahnya juga menjadi top film yang ditunggu oleh penikmat film indonesia karena menjadi comeback pasangan film fenomenal dari Dian Sastro dan Nicholas Saputra pada AADC 2. Seolah ditakdirkan memang tidak menjadi pasangan, mereka berdua disatukan dengan chemistry lain yakni menjadi sepasang sahabat dekat yakni Aruna dan Bono.
Baca juga: Segera Tayang ‘Aruna Dan Lidahnya’ – Dibintangi Dian Sastro Dan Nicholas Saputra
Cerita film ini sendiri cukup simple dengan drama-drama yang dibalut dengan percakapan cheesy dan membuat setiap penontonnya bergidik. Diawali dengan adegan memasak film ini amat sangat kaya dengan budaya Indonesia terutama makanan.
Makanan seperti Rawon, hingga Pengkang asal Kalimantan ada di film ini. Aruna yang berprofesi sebagai seorang ahli wabah menjadi teman yang sangat setia untuk menemani Bono mengeksplorasi resep baru khusus makanan Indonesia tanpa adanya perasaan Baper sekali pun. Makanan yang ada di film ini pun berjumlah 21 jenis makanan dan minuman khas Indonesia.
Wisata Kuliner mereka pun terhitung cukup berhasil karena mencoba beberapa jenis makanan tak terkenal seperti Lorjuk dari Pamekasan Madura , hingga Bakmi Kepiting Khas Singkawang yang disajikan dengan sangat nikmat. Acara jalan-jalan dua sahabat ini pun tentu penuh lika-liku. Kehadiran Nad (Hannah) dan Farish (Oka) menjadi bumbu tersendiri pada perjalanan cerita Aruna dan Lidahnya.
Aruna yang sudah menginjak usia 30-an pun memiliki sikap psikologis yang sangat signifikan mendekati childish, mudah cemburu, dan menjadi lebih sensitif apa lagi soal Farish. Karakter Farish yang sangat kaku, arogan, dan dinilai tidak layak dipertahankan sebagai pasangan entah kenapa mampu mengisi hati Aruna lebih dari dua tahun lamanya.
Mereka pun pada akhirnya ditakdirkan kembali bekerja sama saat Aruna dan Bono merencanakan wisata kuliner bersama. Nadezhda yang akhirnya ikut di perjalanan mereka ini juga menjadi pemanis dalam road trip mereka. Nad yang merupakan seorang kritikus dan penulis makanan memiliki sikap berbanding terbalik dengan Aruna, Nad yang selalu hidup di luar negeri ini tidak penah terlihat sedih dan selalu ceria, dan bahagia, hingga Bono memendam cinta cukup lama untuknya.
Keempat karakter menjadi lebur satu sama lain saat mereka berdialog bersama. Menariknya dalam film bertema road trip ini betul-betul identik dengan percakapan antar pemainnya. Dialog demi dialog pada film ini pun menjadi salah satu hal yang sangat wajib untuk diikuti.
Dialog antar tokoh menjadi salah satu hal yang penting di Aruna dan Lidahnya. Melihat eksistensi dari semua pemain yang terlibat dalam film ini setiap hal kata yang diucapkan jadi berbeda dan mampu mendalami karakter yang diperankan oleh mereka masing-masing.
Titien Watimena pun menggunakan kosakata yang cukup dewasa namun tidak garing saat didengar oleh kaum millenial yang menonton. Dialog antar tokoh di meja makan pun yang menjadi sangat menarik di film ini.
Perbincangan dengan bahasan serius seperti affair atau Sara sekalipun rasanya tak canggung dibicarakan oleh Aruna, Bono, Farish dan Nadezhda. Bagaimana Titien mampu membuat makanan menjadi jembatan bagi mereka untuk membicarakan hal-hal yang sangat sensitif sekalipun?
Arahan dari Edwin juga membuat film ini tidak garing hanya dengan dialognya. Dalam sebuah wawancara pun Edwin pernah berkata “Proses shooting ini lebih sering readingnya, sehingga karakteristik pemain dan arahannya mudah sekali terlaksanakan dan semoga tersampaikan,” Ujarnya dikutip dari Palai Film Youtube Channel pada segmen Behind The Scene Aruna dan Lidahnya.
Selain dari cerita dan temanya yang sangat sedap untuk disantap. Edwin juga sangat teliti merancang penampilan para pemainnya dengan kostum yang quirky tapi stylish. Aruna dengan gaya vintage lebih sering menggunakan baju merah, kuning, hingga hijau terasa pas di kamera. Sedangkan Bono justru berkostum sangat kekinian dengan celana pendek yang dipadupadankan dengan kemeja-kemeja slim fit selayaknya sang karakter yang simple namun sangat peduli terhadap sekitar.
Film Aruna dan Lidahnya sungguh bisa dinikmati dari segala sisi. Edwin memiliki khas dengan simbolik-simbolik tertentu dari setiap filmnya. Pada film ini Edwin ingin mengatkan bahwa karakter-karakter keras seperti Farish ternyata terbentuk karena keinginan ambisius mereka hingga mudah terperdaya dan lupa dengan apa yang ada di depan mata. Aruna sendiri juga memiliki sikap layaknya realitas wanita di usianya yang mendambakan sosok pasangan untuk sisa hidupunya.
Potongan-potongan mimpi Aruna yang ada pada film ini pun menggambarkan sebuah cerita dibalik rasa penasarannya mencari resep bumbu nasi goreng Mbok yang seharusnya bisa dia temui di sekitarnya.
Sekali lagi Edwin berhasil membuat film baik yang sangat jarang ada di Indonesia, dengan mengangkat kisah drama percintaan di usia pertengahan 30-an yang tidak sok kekanak-kanakkan dan dekat dengan kenyataan sehari-hari dan pesan-pesannya lewat simbol-simbol tertentu.
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.