Connect with us

Hi, what are you looking for?

Film Indonesia

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis, Emotional Rollercoaster!

Layar.id –  Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis sudah tayang di bioskop! Siapa yang udah nunggu-nunggu film ini tayang? Nah, kali ini, tim Layar.id akan membuat review film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis.

Film ini membawa Prilly Latuconsina dan Pradikta Wicaksono sebagai dua karakter utamanya. Tari dan Baskara akan membawa kamu pada cerita yang kompleks, emosional, sekaligus penuh drama dan pesan yang penting bagi kesadaran masyarakat soal kesehatan mental.

Review ini bisa jadi mengandung spoiler dan lumayan panjang. Review Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis akan kami bahas dari segi plot dan karakterisasi yang menghidupi film bergenre drama ini.

Langsung aja, berikut review selengkapnya dari Layar.id!

Plot Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis: Complications After Complications

Sedari awal, tim Layar.id tertarik banget untuk nonton film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis karena tema ceritanya. Film produksi Sinema dari produser Umay Shahab ini mengangkat isu tentang permasalahan yang sangat dekat dengan masyarakat, yaitu KDRT.

Masalah KDRT tentunya bukan sesuatu yang ringan, terutama jika kekerasan yang terjadi bukan hanya melibatkan kekerasan secara verbal, namun juga secara fisik. Tari (Prilly Latuconsina) adalah salah satu penyintas KDRT bersama ibunya, Devi (Dominique Sanda) dari sang ayah, yaitu Pras (Surya Saputra). Tari harus melewati hari-hari dengan pertanyaan yang sama, “Kejadian apalagi yang akan terjadi hari ini?”

Untuk plot yang sederhana namun membawa banyak sekali pesan untuk para penontonnya, film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis jago banget menggambarkan tekanan yang diterima oleh Tari dan Devi. Film ini juga nggak menutupi fakta kalau tidak sedikit korban maupun penyintas KDRT merasa denial dengan perasaan mereka sendiri.

Pertunjukan denial ini yang membawa Tari dan Devi pada masalah yang lebih kompleks, meski Tari sempat berhasil mendapatkan jalan keluar bagi ia dan ibunya untuk lepas dari amukan-amukan Pras. Implikasi “Dia janji kok kalau dia mau berubah.” terdengar menyebalkan setiap Devi membela Pras. Di sisi lain, Tari tidak bisa berbuat banyak selain memendam perasaannya.

The Sweetener: Tari Meets Baskara

Tari bertemu dengan Baskara (Pradikta Wicaksono), seorang koleganya yang… rada superhero complex. Baskara mencoba “menyelamatkan” Tari, tetapi dengan cara yang salah. Lagi-lagi, film ini menunjukkan kalau pasti ada orang-orang yang mencoba untuk menolong orang lain SEBELUM mereka menolong dirinya sendiri. Akibatnya? Outcome yang diinginkan tidak sesuai dengan harapannya.

Tapi, kedekatan Tari dan Baskara yang membawa kemanisan dalam film cukup menjelaskan soal keinginan Baskara untuk terus melindungi Tari. Tambahan lagi, Baskara tahu soal kelakuan abusive Pras yang membuat Tari tidak nyaman dan berusaha mencari-cari bantuan padanya. Sayangnya, Baskara sendiri kurang mendapat highlight, nih…

Cerita Baskara sendiri menunjukkan dasar dari personality Baskara yang rada tempramental dan gak bisa jaga emosi kalau marah. Tetapi, masalah Baskara dengan keluarganya serasa nanggung. Seperti kurang terekspos dan ceritanya jadi terkesan maksa. Sebenarnya, sisi Baskara bisa dipoles lebih dalam lagi melalui karakter Sarah yang merupakan adik Baskara.

Well, mungkin film ini memang lebih meng-highlight maslaah dari sisi Tari yang lebih kompleks lagi.

The Support Group: Benar-Benar Ruang Untuk Bernafas

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Yang menarik bagi kami adalah support group tempat Tari mencari bantuan. Keberadaan support group ini benar-benar penyegar dalam film. Setidak-tidaknya, selain bersama Baskara, penonton bisa berkaca dari esensi Cerita dan Luapkan yang merupakan promosi utama dari support group pimpinan Nina (Widi Mulia).

Tari bertemu dengan Agoy (Kristo Immanuel), Ica (Ummi Quary), dan Lola (Kenya Nindia) dalam support group ini. Semuanya memiliki cerita dan permasalahannya masing-masing. Dari sini, kedekatan Tari dan teman-teman satu support group-nya mulai terbentuk dari sesi cerita & peluapan emosi yang mereka jalankan setiap pertemuannya.

Omong-omong, di konferensi pers, tim produksi Bolehkah Sekali Saja Kumenangis sempat menjelaskan bahwa karakter-karakter yang merepresentasikan penyintas harus mendapatkan bantuan sesuai dengan prosedur yang seharusnya diberikan oleh lembaga konselor, misalkan seperti Komnas HAM atau Komnas Perempuan. Bantuan dari segi problem sharing dan cara penyelesaiannya yang tepat.

Jadi, keberadaan Nina sebagai ketua support group yang membantu Tari adalah representasi yang dibentuk benar-benar sesuai dengan bantuan dari lembaga-lembaga yang berwenang atas kasus HAM. Wow, what a detail… dan PENTING.

Kenapa penting? Karena isu KDRT dan kesehatan mental dari para survivors bukanlah hal yang bisa sembarangan untuk diangkat ke dalam film. Mengingat banyak sekali penonton yang mungkin akan merujuk pada berbagai referensi dalam film ini, maka peletakkan pesan moral dalam Bolehkah Sekali Saja Kumenangis sebaiknya adalah sesuatu yang benar-benar sesuai dengan aslinya.

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis: The Characters

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Akhirnya.. character reviews! Ada 5 karakter utama yang menghidupi film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis. Kita bahas satu-satu mulai dari karakter utamanya, yaitu Tari.

Karakter Tari menggandeng Prilly Latuconsina sebagai pemerannya. Soal akting Prilly sih, sudah gak perlu diragukan lagi ya. Prilly jago banget mengolah emosi Tari, terutama dari tatapan mata dan air mata Tari yang terus terkuras sepanjang film. Tari adalah people pleaser tingkat tinggi. Character development Tari yang membawanya jadi orang gak enakan ke orang yang bisa menolak demi kebaikannya sendiri adalah bentuk suapan akhir yang paling nikmat untuk ditonton.

Peran Baskara yang emosional dan manis jatuh ke tangan Pradikta Wicaksono. Baskara adalah kombinasi dari seorang yang overthinker dan emosian, tapi tulus dan manis. Emosi yang membentuk Baskara adalah emosi-emosi yang berasal dari tekanan batin dan ekspektasi orang-orang perihal ayahnya. Ayah Baskara adalah atlet berbakat, yang sayangnya menjadi patokan bagi orang-orang untuk melihat seorang Baskara. Makanya, sayang banget kalau cerita Baskara ini kurang digali lagi. Karakter Baskara sangat klop dengan Tari. Kalau Tari gak bisa nolak, ada Baskara yang siap geplak. Hehehe!~

Karakter konselor support group yaitu Nina membawa aktris Widi Mulia. Nina adalah gambaran dari sejatinya seorang wanita, lady to lady. Nina memberikan angin segar setiap ia hadir untuk membantu Tari, baik saat Tari bercerita atau Nina yang melindungi Tari dari Pras. Pembentukan karakter Nina terlihat sangat hati-hati, detail dan tidak sembarangan. Hal ini berkaitan dengan peran Nina sebagai representasi dari lembaga-lembaga penyuluh seperti Komnas HAM. Apa yang karakter Nina lakukan untuk Tari bukanlah sesuatu yang dimasak secara asal, namun dengan persiapan yang serius dan dipanggang sampai matang.

Favorite Character: The Father

TO OUR FAVORITE CHARACTER: Pras! Asli deh. Karakter milik Surya Saputra ini bener-bener… gila. Dan Surya Saputra adalah aktor yang tepat untuk mengisi kegilaan itu. Karakter Pras sejatinya terbentuk oleh lautan emosi dan kekerasan yang ia rasakan sejak kecil. Pras mendapatkan didikan kuat, fisik dan verbal dari orangtuanya. Hasil didikan itu ia terapkan pada anak-anaknya. Surya Saputra dengan segudang pengalamannya sukes besar memerankan Pras yang… sejujurnya menakutkan bagi kami. How scary? Setiap Pras muncul, tangan refleks menutup telinga. Pras & Surya Saputra is the heart of the show, indeed.

Ibu dari Tari, Devi, diperankan oleh Dominique Sanda. Devi adalah DEVInisi sejati dari denial. Jujur saja, kami paling greget dengan karakter Devi dibanding Pras yang jelas-jelas abusive. Tapi, di sisi lain, Devi ini match made in heaven dengan suaminya. Karakter yang memegang teguh prinsip “Ibu nggak ada masalah.” dan “Ayah pasti akan berubah, Ayah sudah janji.” dengan plester luka di dahi akibat kekerasan fisik dari suaminya. Kenyataanya, bagi Monique sendiri, pasti banyak sekali Devi-Devi lain di luar sana. Harapannya, setelah film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis rilis, para Devi akan mendapatkan keberanian mereka untuk bangkit dan membela diri, truly for their own good.

Baca Juga: Bolehkah Sekali Saja Kumenangis, Reminder Mental Health Itu Penting

Final Rating?

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Review Bolehkah Sekali Saja Kumenangis

Dengan seluruh problematika dan nafas dari karakter, plot, dan ending yang paling bikin sesenggukan, tim Layar.id memberikan skor 8/10 untuk film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis.

Film ini adalah pengingat, khususnya bagi para survivor dan people pleaser. Nolak itu gak papa. Marah itu gak papa. Membela diri itu gak papa. Yang apa-apa itu kalau kita ditindas dan dimanfaatkan sama orang, kita justru denial dan menerima dengan dalih “kebaikan”.

Ingat, jangan jadi people pleaser ya, Guys. Berbuat baik itu boleh, tapi terlalu baik itu nggak oke.

Selamat menonton film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis, tayang sejak 17 Oktober 2024 di seluruh bioskop Indonesia!

Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.

Baca Juga