Terakhir diperbarui 26 Agustus, 2023
Jakarta, Layar.id- Empat bocah yang tak saling mengenal bertemu di krematorium. Ada dua persamaan yang mereka miliki. Pertama, mereka sama-sama lempeng, pokerfaced, seolah tak punya emosi. Kedua adalah bahwa mereka sama-sama baru menjadi yatim piatu. Satu ditinggal mati karena tertabrak bus, lalu satu lagi yatim piatu karena orangtuanya mati terbakar, berikutnya ditinggal bunuh diri, dan yang terakhir orang tuanya meninggal dibunuh oleh guru pianonya yang sangat obsesif.
Tak satu pun dari mereka menangisi kepergian orang tuanya, walaupun masing-masing sudah menjadi yatim piatu. Karena persamaan itu, mereka pun mulai berteman hingga membentuk sebuah band dan di sanalah hidup mereka mulai berubah. Mengatakan film ini unik sepertinya terlalu mengentengkan karena seluruh dunia tahu bahwa hal itu adalah normal bagi masyarakat Jepang. Sudah terbukti sejak lama bahwa tak hanya satu atau dua film dari Jepang yang terkesan aneh, namun banyak sekali. Judul-judul seperti Hause, Funky Forest, hingga film horror yang hantunya yang tak biasa. Jadi, kemunculan film ini dengan keunikannya tak begitu mengagetkan sebenarnya. Namun tetap saja, film ini bisa melekat di hati walaupun hanya ditonton sekali.
Usaha film ini untuk menyampaikan perasaan duka kepada penonton benar-benar menakjubkan. Di antara tokoh-tokoh utama mungilnya yang tak berekspresi, film ini berhasil memunculkan jiwa yang bahkan sulit dihadiri oleh film yang wajar sekali pun. Hal ini diperkuat dengan elemen musik yang menjadi bagian dari film ini, seperti lagu We Are Little Zombies dan We Are Zombies but A live yang akan terus bersarang di kepalamu namun kamu akan menikmati filmnya.
Menonton film ini membuat kita seperti membayangkan bahwa beginilah jadinya kalau Wes Anderson terlahir di Jepang. Beginilah jadinya kalau The Smiths beranggotakan orang-orang Jepang. Beginilah jadinya kalau seorang sutradara dibebaskan memelihara imajinasi liarnya. Apakah ini mengecewakan? Jauh sebaliknya, ini adalah pengalaman yang sekiranya harus dicoba setidaknya sekali seumur hidup oleh semua orang. We Are Little Zombies adalah film fitur pertama dari sutradara Makoto Nagahisa setelah film pendeknya yang sempat diputar di Festival Film Sundance. Kemunculannya dalam dunia perfilman fitur membuat penonton bertanya-tanya, “Kalau ini film pertamanya, bagaimana film kesepuluhnya nanti?”
Satu hal yang harus disadari penonton akan film ini, yaitu imajinasi adalah makanan pokok kita sebagai manusia yang sapien. [cel/ech]
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi layar.id.